Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Bulog, sering kali menyediakan beras dengan harga terjangkau untuk memastikan rakyat tetap mendapatkan pangan pokok yang cukup dan berkualitas. Namun, belakangan ini muncul kekhawatiran tentang praktik oplos beras murah Bulog yang diduga dilakukan oknum tak bertanggung jawab. Praktik ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga bisa berhadapan dengan hukuman pidana berat jika terbukti melanggar aturan.
“Penegakan hukum sebagai jalan yang paling terakhir, apabila ditemukan unsur pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,” tegas Deputi Pengawasan Penerapan Keamanan Pangan Bapanas, Hermawan, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kemendagri, Selasa (22/7/2025).
Ancaman ini muncul setelah terungkap praktik curang berupa pengoplosan beras medium yang dikemas dan dijual seolah-olah beras premium. Hermawan pun secara lugas menyoroti kualitas beras yang tidak sesuai standar di lapangan.
“Bayangkan, rakyat yang seharusnya ditolong dengan pangan saat ini yang berlimpah, tapi harga yang naik, karena praktik oplosan menaikkan harga premium, kemudian jumlahnya juga dikurangi dan ini membuat beban rakyat lebih tinggi,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan temuan dari Kementerian Pertanian terkait praktik kecurangan pasca panen raya, yang berkontribusi terhadap lonjakan harga beras.
Menurut Tito, ada dua modus utama dalam praktik nakal ini. Pertama, beras yang dikemas tak sesuai volume, misalnya tertulis 5 kg namun hanya berisi 4,5 kg. Modus ini bahkan sempat disorot langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.